Menulislah, Lebih dari Sekedar Sebuah Tulisan
Oleh Sri Endang Susetiawati
Pernahkah, Anda mengalami suatu kejenuhan atau sejenak merasa bosan saat hendak menulis ? Jika pernah, mungkin ada saatnya untuk istirahat sebentar. Sekurangnya, mengendapkan kembali apa-apa yang pernah ditulis, dan mencernanya kembali apa kira-kira kekurangan yang perlu segera untuk diperbaiki. Prinsipnya, tak perlu dianggap serius, bahwa kejenuhan atau bahkan kebosanan ada saatnya akan mampir pada diri seseorang, termasuk bagi diri saya, dan mereka yang hobi menulis.
Semua ada masanya. Semua berproses, untuk menjadi sesuatu yang entah kita pun terkadang tidak pernah tahu. Banyak cara untuk menjelaskan. Tak sedikit pula untuk memberikan jalan keluar. Saya sendiri, menyebutnya sebagai sebuah ungkapan : menulislah, lebih dari sekedar menulis sebuah tulisan. Apa itu ? Menulislah, lebih dari sekedar apa yang ingin engkau tulis.
Ha..ha.. ! Jangan keburu serius dulu. Tak perlu, Anda terlalu menganggap ungkapan itu sebagai sesuatu yang berbau sok ilmiah, atau apalagi sok pintar. Mengapa ? He..he... Jelas saja, karena tulisan ini hanyalah sebuah hasil permenungan diri yang bisa jadi bersifat sangat subjektif. Artinya, tidak harus berlaku bagi tiap diri orang lain. Anggaplah, ini sekedar berbagi. Semua orang punya pengalaman, alasan dan cara menjelaskannya masing-masing.
Salah satunya, mulailah menulis agar tulisan kita dapat dimuat di media massa mainstream. Apa itu ? Media massa yang tidak sekedar memberikan pujian berupa kata-kata atas tulisan kita, namun juga memberikan penghargaan dalam bentuk materi yang setimpal. Ho..hoo.... Jadi bicara soal uang, ya ? Betul. Menulis adalah hobi. Uang adalah tambahan kemampuan kita yang bersifat universal. Mengapa ? Karena, uang adalah benda yang sangat “cair” dan dapat dengan mudah untuk ditukar dengan apa yang kita butuhkan. Maka, mulailah menulis untuk dikirim ke sejumlah media tersebut. Setidaknya, dimulai dari media yang paling dekat dengan lingkungan kita, atau media yang sekiranya amat mungkin untuk mau menghargai tulisan kita, tidak sekedar pujian kata-kata saja.
Mengaitkan hobi menulis dengan uang, tentu bukan satu-satunya cara agar kita berhubungan dengan media mainstream. Ikut lomba menulis pun adalah cara yang lainnya. Setiap tahun, pasti akan ada banyak acara lomba karya tulis, lomba menulis buku, lomba menulis cerpen, menulis puisi, atau lomba-lomba lain yang masih terkait dengan hobi menulis. Ikutilah lomba-lomba itu, setidaknya dimulai dari lomba yang paling Anda kuasai. Anggaplah Anda cuma menang sekali dalam setahun, sebagai salah seorang juara lomba menulis. Kalau hadiahnya lebih dari 12 juta, bukankah itu berarti kita telah memperoleh pendapatan tambahan minimal 1 juta per bulan ?. He.he.he... Untuk sebuah hobi menulis, tambahan penghasilan sebesar itu, sudah cukup menarik, bukan ?
Tentu saja, tidak semua dapat bersepakat, soal mengaitkan hobi menulis dengan uang. Ada lagi, mulailah menulis untuk membangun sebuah konstruksi berfikir diri sendiri tentang sesuatu secara utuh dan sistematis. Wah, ini akan mengantar Anda menjadi seorang pemikir yang tidak saja hobi memamah (istilah Buya Syafi’i Ma’arif), atau mencerna pemikiran-pemikiran orang lain. Namun, Anda pun dapat membangun konstruksi berfikir dan memproduksi pendapat Anda sendiri.
Untuk apa ? Untuk banyak hal yang dapat menguntungkan bagi pemiliknya. Sekurangnya, konstruksi berfikir yang telah tersusun secara utuh dan sistematis dalam sebuah bentuk buku, misalnya, akan menjadi warisan bagi orang-orang yang mengenal Anda. Itulah, mengapa banyak orang yang suka menulis buku, walau sekedar buku biografi semata atau sekedar kumpulan tulisan saja. Buku, akan memperpanjang usia kita, bahkan akan lebih lama lagi, saat kita telah tiada. Kata ulama, pahala dari orang yang sempat membaca buku itu dan merasakan manfaatnya, akan terus mengalir hingga sampai ke pemilik tulisan yang sudah berada di alam yang lain, di sana.
Terlepas dari itu semua, bukankah menulis buku pun akan mengantarkan kita pada soal uang ? Betul. Karena, buku bukanlah produk ide semata. Buku adalah produk ekonomi, yang akan memiliki harga ekonomi pula. Maka, andai pun kita belum siap untuk sampai pada tahap mengkonstruksikan hasil berpikir sendiri hingga menjadi bangunan pendapat yang dihasilkan oleh sendiri secara utuh dan sistematis, setidaknya kita dapat menulis buku yang sekiranya dapat laku atau dibeli oleh cukup banyak orang. Bukankah, menulis sebuah buku yang laku adalah cara paling praktis untuk membangun sebuah pasive income ?
Adanya keuntungan finansial dari sebuah tulisan, adalah bagian dari nilai lebih bahwa menulis, lebih dari sekedar menulis sebuah tulisan. Banyak lagi nilai lain yang lebih dari sekedar sebuah tulisan. Menulislah, sebagai bagian dari Anda dalam memasarkan diri. Oh, iya ? Menjual diri ? Dalam beberapa hal tertentu, adalah betul. Buat mereka yang telah siap untuk diundang sebagai narasumber dalam sebuah acara diskusi, workshop atau sejenisnya. Langkah “menjual diri” merupakan hal yang amat dimengerti. Terlepas, apakah acara itu hanya berupa kegiatan yang sekedar mampu memberikan ucapan kata-kata terima kasih saja, atau ada ungkapan terima kasih lain, dalam bentuk yang telah sama-sama kita ketahui bersama. Sebuah amplop, berisi uang minimal sekian lembar ratusan ribu rupiah. Hehehe...
Bagaimana dengan pendapat Anda, teman ?
Demikian, terima kasih.
Salam Persahabatan
Srie
Tulisan terkait sebelumnya :
Tidak ada komentar
Kami menghargai komentar yang relevan dengan konten tulisan, menggunakan bahasa yang baik dan sopan, dan tidak mengandung unsur kebencian berdasarkan SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan).