Cara Menyikapi Perbedaan Pendapat
Oleh Sri Endang Susetiawati
Perbedaan pendapat, pastilah akan terjadi dalam hidup ini. Mengapa ? Karena kita memang terlahir dengan segala perbedaan dengan orang lain, bahkan dengan orang terdekat, seperti orang tua, saudara, atau bahkan saudara kembar sekalipun. Di samping, tentu saja, sebenarnya masih terlalu banyak persamaan di antara kita dan mereka, termasuk dengan mereka yang bukan saudara, beda asal usul, beda agama, dan beda bangsa.
Masalahnya, adalah tergantung dari cara kita menyikapi perbedaan pendapat itu sendiri. Saya teringat saat kuliah dulu, dalam sebuah rapat organisasi kemahasiswaan, perbedaan pendapat sering kali diikuti dengan adu gertak secara psikologi. Antara lain, seperti tangan yang menggebrak meja, atau mengambil posisi berdiri, terus mengucapkan kata-kata yang keras, sambil tangan menunjuk-nunjuk ke arah lawan bicara.
Beda Pendapat, Preman Bawa Golok
Ada lagi, gara-gara beda pendapat soal bagaimana cara penyelenggaraan OPSPEK mahasiswa baru, dua kelompok di sebuah Senat Mahasiswa Fakultas sampai mengundang bantuan para preman terminal, lengkap dengan bawa botol minuman keras serta senjata golok yang terselip di pinggangnya. Beruntung, para pemimpin kelompok (Ketua Senat baru dan mantan Ketua Senat) masih bisa berdamai, hingga peristiwa yang tak diinginkan tidak sempat terjadi.
Lain lagi, cara sebagian teman-teman saya dalam menyikapi perbedaan pendapat terkait persiapan menjelang Musyawarah pemilihan pimpinan mahasiswa di tingkat universtitas. Karena dianggap akan memberikan suara yang berbeda, maka mereka mendatangi satu-persatu pemilik suara di tempat kos-kos nya, saat dini hari. Satu per satu, aktivis yang sudah tertidur itu, dibangunkan secara paksa. Lalu, ditanya kepastian pendapatnya, apakah besok akan bersikap “baik-baik” atau mau cari gara-gara ? Tentu, ini bukan pertanyaan akademik, tapi pertanyaan psywar yang bersifat represif. Karena, yang diinginkan bukanlah jawaban apapun, kecuali hanya berupa pernyataan kalah, dan tidak ikut hadir dalam acara pemilihan pimpinan mahasiswa.
Di Dunia Maya, Kita Berteman
Lalu, bagaimana dengan di dunia maya, seperti di Blog atau di Kompasiana (www.kompasiana.com) ? He..he... Ternyata, meski tanpa bertemu darat, masih cukup banyak teman-teman Blogger, atau Kompasianers yang kurang dewasa dalam cara menyikapi perbedaan pendapat. Antara lain, perbedaan pendapat disikapi dengan cara menyerang pribadi, saling menghina, mencaci maki, menghujat, atau menuliskan kata-kata kotor yang kalau kita baca sangat terasa tidak nyaman. Mengapa hal ini bisa terjadi ? Entahlah, mungkin sekedar ingin menunjukkan kehebatan dirinya yang semu, atau sekedar beraktualisasi diri secara keliru dengan cara menyerang teman-temannya yang dianggap berseberangan pendapat.
Saya sendiri berpendapat, bahwa tujuan berada di Blog atau Kompasiana, salah satunya adalah untuk berteman atau menambah teman. Maka, saya usahakan bersimpati terhadap apapun tulisan yang diposting oleh teman. Kalau pun harus ada kritik, tentu dilakukan sebatas masukan atau saran dengan cara yang sehalus mungkin. Kalau, ternyata sang teman tidak mau memahami atau malah terus tidak menerima, ya sudahi saja dalam berkomentar. Mudah, bukan ? Kecuali, jika dianggap sudah ada unsur pidana yang serius, maka tindakan hukum masih terbuka untuk dilakukan. Kok, jadi seram....? He..he... Ini kan cuma teori, sekedar mencatut apa yang dilakukan oleh para selebriti di televisi ....
Begitu juga, saat ada teman yang memberikan komentar pada lapak saya. Saya sangat apresiatif pada teman yang mau berkunjung ke lapak saya dengan memberikan komentar, betapapun komentar itu terlihat sekedar basa-basi. Bagaimana dengan komentar teman yang cukup pedas ? Saya usahakan untuk tetap membalasnya, dengan memberikan penjelasan apa yang dimaksud dengan tulisan saya. Tentu, dengan tetap bersikap apresiatif terhadap sang teman tersebut. Anggaplah, ini bagian dari diskusi antar teman di dunia maya.
Jika Ada Yang Aneh, Hindari Saja
Lalu, bagaimana jika ada teman berkomentar yang dianggap oleh kita aneh, kurang bersahabat, kurang berkenan atau bahkan cukup melukai perasaan ? Setidaknya, untuk sekali saja, saya akan tetap untuk membalasnya dengan menuliskan kata terima kasih. Bagaimana jika dikomentari lagi dengan cara yang tidak berubah, kurang apresiatif, dan kurang berkenan ? Saya tegaskan saja permohonan maaf dengan tetap bersikap hormat, bahwa kita memang berbeda pendapat, dan sebaiknya katakan saja bahwa komentar atau diskusi tidak perlu untuk dilanjutkan. Saya berprinsip, bahwa dalam saling berkomentar atau berdiskusi itu perlu adanya sikap saling menghargai (bersikap apresiatif), meski tidak harus dalam bentuk kata-kata pujian.
Bagaimana dengan lapak yang penuh komentar dengan kata-kata kotor ? He..he.. Mohon maaf ya teman-teman, biasanya saya tidak suka ikutan masuk di lapak yang banyak memuat kata-kata yang saling menghujat, menghina, caci maki, atau kata-kata lain yang membuat mata ini kurang nyaman. Mengapa ? Karena, tentu saja masih banyak lapak teman-teman lain yang lebih layak untuk dikunjungi. Betul enggak, ngapain cari perkara ? Begitu saja, kok repot....? He..he..he.....
Selamat pagi, dan selamat berlibur panjang ya teman-teman ....
Bagaimana dengan pendapat Anda ?
Salam Persahabatan
Srie
Artikelnya sangat memotivasi dan bermanfaat bagi saya,terimakasih bu
BalasHapusAbhijjata dwi prasetyo
kelas:X MIPA 2
absen:1