Belajar Wirausaha, Undanglah Guru Tamu !
Oleh Srie
Jangan
pernah salah lihat jadwal. Mengapa ? Bisa jadi kita akan merasa “tersiksa”.
Harus bermalam hingga sedikit begadang. Itulah yang saya alami kemarin
malam. Dikira masih satu minggu lagi, eh ternyata harus esok hari untuk tampil
presentasi di sebuah acara diksusi. Terpaksa, semalaman harus buat makalah
untuk sebuah diksusi mengenai New Ventures di hadapan puluhan
guru, ada juga Kepala Sekolah dan Camat.
Jadilah “makalah
satu malam”. Seperti judul lagu dangdut saja yang pernah populer. Judul
makalahnya adalah New Ventures, sebuah pendekatan program pengembangan
usaha baru yang berbasis lingkungan dan sosial. Bahwa usaha bukan hanya
masalah hitung-hitungan ekonomi, atau untung rugi semata, akan tetapi juga
harus mengaitkan dengan upaya pelestarian lingkungan dan pemanfaatan potensi
sosial yang ada di masyarakat sekitar. Usaha harus untung, namun lingkungan
harus tetap lestari dan terselamatkan. Kira-kira begitu, inti sarinya.
Pertanyaan
terakhir yang paling banyak muncul, adalah bagaimana peran pendidikan dalam
ikut mengembangkan wirausaha, terutama di kalangan pelajar ? Wah,
terlalau panjang lebar untuk menjelaskan. Namun, intinya adalah :
(1)
Masalah kewirausahaan harus masuk dalam kurikulum sekolah, entah menjadi mata
pelajaran tambahan tersendiri atau terintegrasi dalam mata pelejaran lain yang
sesuai.
(2)
Sekolah perlu mengundang guru tamu, yaitu mereka pelaku wirausaha
di daerah setempat yang dianggap sukses, untuk berbagi pengalaman mengenai
bagaimana dirinya dapat menjadi wirausaha yang sukses, termasuk kiat-kiatnya,
agar dapat memotivasi siswa untuk mau berwirausaha. Tidak cukup, kalau hanya
guru yang menjelaskan secara teoritis mengenai wirausaha.
(3) Siswa
harus melakukan praktek langsung belajar berwirausaha, tanpa harus mengganggu
kewajibannya bersekolah. Perlu ada pemilihan jenis usaha yang sesuai bagi
pelajar yang belajar berwirausaha. Agar mereka suka berwirausaha, namun tetap
bisa bersekolah dengan baik.
Demikian,
semoga bermanfaat. *** [Srie]
Tidak ada komentar
Kami menghargai komentar yang relevan dengan konten tulisan, menggunakan bahasa yang baik dan sopan, dan tidak mengandung unsur kebencian berdasarkan SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan).