Wow... Tiket Surga !
Surga, adalah sebuah kata dan realitas yang diyakini jauh berbeda dengan apa yang ada di dunia saat ini. Ia menjadi gambaran ideal dan harapan final bagi umat manusia yang meyakini akan adanya hari Esok. Ia menjadi pemicu dan pemacu seseorang dalam berbuat kebaikan untuk meraih tiketnya. Karena, Tuhan pun telah menjadikan surga sebagai balasan bagi amal kebaikan mereka.
Jum’at sore itu, selepas sholat Ashar, Lili dan Zaza masih berada di sekretariat Bidang Akhwat, Lembaga Dakwah Jama’ah Al Kaafah. Mereka masih melanjutkan pembicaraan sebelumnya, yang sempat terpotong untuk mengikuti sholat Ashar secara berjamaah terlebih dahulu di masjid. Dengan mimik wajah dan nada suara yang masih serius, Lili kembali menyampaikan penjelasannya kepada Zaza.
“Dalam jamaah, perlu ada kesetiaan. Maka berikan kesetiaan itu dalam berjamaah, sebagai bagian dari ibadah” jelas Lili
“Bukankah, aku telah dibai’at sebagai bukti tanda kesetiaanku pada jamaah ?” tanya Zaza
“Kesetiaan itu, tidak cukup dengan baiat saja, Zaza” jawab Lili
“Kesetiaan apa lagi yang harus aku berikan pada jamaah ?”
“Terima dan ikuti keputusan jamaah” tegas Lili
“Baik, aku siap itu” kata Zaza
“Jamaah telah beri keputusan atasmu”
“Keputusan apa ?” tanya Zaza
“Amir akan menikahimu”
“Wow... surprise ! Maksudmu, aku akan dijadikan istri kedua Amir ?” ucap Zaza sambil berdiri sebentar, kemudian duduk lagi.
“Benar” ucap Lili
“Kenapa harus aku yang dipilih Amir ? Kenapa bukanmu Lili atau akhwat yang lain ?” tanya Zaza lagi
“Itu sudah taqdirmu Zaza. Bukan taqdirku atau taqdir akhwat yang lain”
“Oh… begitu ya ?” ucap Zaza
“Benar adanya, Zaza”
“Andai keputusan itu untukmu, apa akan kau terima juga sebagai taqdirmu, Lili ?”
“Jelas, ana akan terima. Dalam al Qur’an, Allah membolehkan seorang suami beristri lebih dari satu” jawab Lili berdalih.
“Diterima, untuk dijadikan istri kedua, ketiga atau keempat ?” tanya Zaza kembali.
“Ya, benar. Memang kenapa ?”
“Enggak apa-apa kok. Cuma sekedar bertanya”
“Apa pertanyaanmu ?” tanya Lili
“Sebagai pribadi, adakah hak untuk memilih taqdirnya sendiri ?” tanya Zaza
“Islam ajarkan tentang kepasrahan Zaza. Pasrah menjalankan segala perintahNya. Termasuk pasrah atas taqdir Allah yang diberikan bagi kita”
“Pasrah, berarti tidak boleh menentang taqdir, maksudnya begitu ?” tanya Zaza lagi
“Benar, menentang taqdir, berarti melawan kehendakNya. Itu merugikan diri sendiri”
“Setia pada jamaah, pasrah atas taqdir, lalu apa manfaatnya bagiku ?”
“Setiap ibadah pasti akan ada balasannya. Allah akan menempatkanmu di tempat yang sangat layak buatmu, di surga, Jannatunna’im”
“Apakah itu tempat impianmu pula Lili ?”
“Pasti Zaza. Ana dan siapapun berharap akan memperoleh tempat yang terbaik bagi hambaNya itu”
“Amiin. Tapi, apakah kesetiaan dan kepasrahan semacam itu merupakan satu-satunya jalan menuju ke Surga, Lili ?”
“Maksudmu ?”
“Iya, maksudku, apakah tidak ada jalan lain, selain setia pada jama’ah dan pasrah menerima taqdir menjadi istri kedua Amir, tapi aku tetap bisa masuk ke surga ?”
“Jalan ke surga itu banyak Zaza. Namun, taqdir jalan untukmu, itu yang tersedia dihadapanmu. Itulah tiket buatmu”
“Wow…. Tiket surga itu kini ada dihadapanku ?” ucap Zaza sambil setengah berteriak
“Ya... !” balas Lili
“Menerima keputusan itu, berarti tiket surga sudah ada di genggaman tanganku ?” ucap Zaza, sambil berdiri kembali.
“Subhanallah…, benar Zaza. Maka raihlah tiket itu. Jangan ada keraguan lagi. Syetan akan masuk pada orang yang ragu”
“Semoga saja tidak ada celah bagi Syetan atasku. Aku cuma mohon waktu. Boleh kan ?
“Boleh,… Manfaatkan waktu itu sebaik mungkin untuk sebuah keputusan yang terbaik, buatmu” saran Lili
“Terima kasih, Lili. Aku pulang duluan, ya ?” ucap Zaza sambil bersalaman dan memeluk Lili.
“Assalamu ‘alaikum...”
“Wa ‘alaikum salam ....”
(Cuplikan dari bagian Novel Meraih Tiket Surga, karya Abdurrachman al Hakim)
Tidak ada komentar
Kami menghargai komentar yang relevan dengan konten tulisan, menggunakan bahasa yang baik dan sopan, dan tidak mengandung unsur kebencian berdasarkan SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan).